Cerita Anak untuk meningkatkan Literasi dengan judul Nanti Saja




BAB 1
SEHARI LAGI

Aduh, membuat prakarya dari barang bekas apa, ya? Besok sudah harus dikumpulkan, tapi aku belum punya ide. Menyebalkan! Eh, Abah berangkat sendiri. Uma tinggal di rumah karena Ading sakit. Aku ikut Abah saja, prakarya bisa kukerjakan sepulang berjualan. 

“Uma, biar aku yang membantu Abah!” Aku bergegas setelah memasukkan buku gambar ke dalam tas. Jukung-jukung yang membawa hasil bumi berdatangan dan pasar pagi semakin ramai. Abah menyiapkan soto banjar dan menggoreng berbagai macam lauk. Aku sibuk melayani pesanan pembeli. Membawakan soto, sambal, dan jeruk limau ke sana sini.

Lo, itu umanya Irai, sahabatku. Kuletakkan kedua tangan di mulut membentuk corong. “Acil Hanaaaah!” teriakku sekeras mungkin. Acil Hanah melambai, lalu mendayung jukungnya mendekat. Kuberikan semangkuk soto pada Acil Hanah. Sebagai gantinya, aku boleh mengambil salah satu buah dari jukungnya. Ada buah lahung, keledang, kapul, ramania, dan ihau. Semuanya membuat liurku menetes, pilih yang mana, ya? 


Menjelang siang, dagangan Abah habis. Aku bisa bersantai sambil menikmati buah kapul. Tapi…, aku teringat tugas prakaryaku. Malam hari sering mati lampu, prakarya harus kuselesaikan sebelum gelap. Huh…, kenapa harus ada prakarya? Andai saja boleh diganti menggambar. Kulihat Abah memasukkan minyak bekas menggoreng ke dalam jeriken. “Abah, jelantahnya mau dibawa ke bank sampah? Biar aku saja. Aku mau sekalian ke rumah Irai.”

Kugulung buku gambar dan meneropong jukung Acil Hanah. Itu dia! Abah mengarahkan perahu kelotok sesuai petunjukku. Setelah dekat, aku melompat seperti bekantan berayun. Ups, hampir saja aku terjatuh Acil Hanah mendayung perlahan, namun jukung melaju dengan cepat. Sepertinya mudah, aku mau mencoba juga. Kuminta dayung dari tangan Acil Hanah. Ternyata tak mudah, jukung bergoyang ke kiri dan ke kanan. Kami hampir kehilangan keseimbangan. Acil Hanah mendayung kembali dan menyuruhku duduk saja dengan tenang.
KERJAKAN SOAL BERIKUT INI

BAB 2
JANGAN MENIRU
Aku melompat keluar sebelum Acil Hanah sempat menambatkan jukung. Berlari mendekati Irai yang sedang bermain balogo dengan adingnya. Sepertinya seru, aku ikut bermain. “Inur, kamu sudah membuat prakarya?” tanya Irai. Kutepuk dahiku, teringat tujuanku ke rumah Irai. “Aku ke sini mau melihat prakaryamu. Kamu membuat apa?”





Irai menunjukkan hasil karyanya, sebuah tanggui yang dilapisi anyaman plastik bekas kemasan. “Tanggui Uma cepat rusak terkena hujan dan panas. Dengan lapisan plastik ini jadi lebih cantik dan awet kan?” Aku mengangguk, lalu mencoba tanggui Irai. “Aku mau tanggui juga, bagaimana membuatnya?”
“Jangan meniru, cari idemu sendiri! Nanti Pak Guru mengira aku yang mencontek prakaryamu.” Irai meraih tanggui dari kepalaku. Aku mencibir lalu bergumam lirih betapa pelitnya Irai. Lebih baik bermain lagi, kuambil balogo yang tergeletak. Baru saja aku bermain, ading Irai merebut balogo yang kupegang. Tak sengaja ia menyenggol jeriken jelantah hingga terjatuh. Tutup jeriken sedikit terbuka dan minyak jelantah mengalir keluar. Segera kuambil jeriken dan kukencangkan tutupnya. Minyak yang tumpah bisa merusak dan mencemari air dan tanah.

BAB 3
UH, MENYEBALKAN
Matahari mulai condong ke barat. Aku berpamitan sambil berpikir keras, barang bekas apa yang mudah dibuat prakarya? Botol, kaleng, karton, atau plastik? Bank sampah lebih mudah dicapai bila menumpang perahu, namun kupilih jalan gunung. Jeri kenyang berat tak menghalangiku mendaki undak-undakan. Kupindahkan dari tangan kanan dan kiri bergantian agar tidak pegal. Di atas bukit ada rumah Ifan, seorang teman tuli. Ia sedang membaca buku. Nampaknya asyik sekali. Aku mendekat dan melambai untuk menarik perhatian Ifan. Kusapa dengan isyarat setelah ia melihatku, “Ifan, apakah kamu sudah membuat prakarya?”


“Aku membuat mainan perahu kelotok dari karton bekas,” jawab Ifan dengan isyarat. Ia mengajakku melihat prakaryanya. Ifan membuat kapal kelotok yang sangat keren, seperti kapal Abah. Ia mengajariku membuat kapal dan memberikan bahan-bahan yang ia miliki. Awalnya mudah saat menggambar bagian bagian kapal, namun sulit ketika memotongnya. Hasilnya selalu melenceng dan tidak rapi meski kuulangi beberapa kali. Uh, menyebalkan!
KERJAKAN SOAL BERIKUT INI


BAB 4
BOLOS SAJA

Aku menyerah sementara matahari semakin rendah. Lebih baik cepat-cepat ke bank sampah sambil memikirkan ide lain. Di persimpangan dekat bank sampah seseorang memanggilku. Rupanya Antung sedang di bengkel jahit abahnya. Ia membuat tas dari perca kain sasirangan. Cantik sekali! Aku mau membuatnya juga.




Antung memberikan beberapa potong kain sisa dari bengkel abahnya. Ia membantu memotong menjadi sama besar setelah aku gagal beberapa kali. Ia juga membantu memasukkan benang ke lubang jarum. Aku belum pernah menjahit dan tidak tahu harus mulai dari mana. Antung mengajariku, namun
jariku tertusuk jarum pada jahitan pertama. Lagi - lagi aku menyerah.





Kuamati jemari Antung bergerak lincah, meninggalkan jejak rapi di atas kain. Kenapa ada benang yang menjulur tak rapi? Mungkin Antung tak melihatnya, biar kubantu merapikan. “Jangan!” teriak Antung. Terlambat! Aku menarik benang itu sampai lepas. Sebagian kain Antung jadi berantakan.




Aku minta maaf dan buru-buru pergi ke bank sampah. Beberapa orang sedang antre untuk menabung sampah dan barang bekas. Seorang petugas menimbang dan mencatatnya dalam buku tabungan. Sambil menunggu giliran, aku melihat-lihat kerajinan barang bekas yang ada di rak. Ada tas dari tutup botol, kap lampu dari gelas plastik, dan banyak lagi. Semua tampak cantik, namun sangat rumit. Aku tahu tak akan bisa membuatnya, apalagi waktunya semakin sedikit. Aku terduduk lemas di depan rak. Tanpa ide dan harapan, sementara hari semakin sore. Apakah besok membolos saja? Tapi…, besok ada pelajaran favoritku, menggambar.
BAB 5
MATI LAMPU

Petugas memanggil dan memintaku menuang jelantah ke tong penampung. Tong itu diberi arang untuk menyerap zat-zat berbahaya dari jelantah. Bagian atasnya dipasangi saringan agar kotoran tidak ikut tertampung. Beberapa remaja sedang mengerjakan sesuatu. Di dekat mereka ada benda warna-warni yang belum pernah kulihat. Ternyata mereka sedang membuat sabun dan lilin dari minyak jelantah. Aha, aku tahu prakarya apa yang akan kubuat. Kubeli bahan-bahan dari bank sampah dengan mengurangi tabunganku. Aku diizinkan meminjam peralatan dan membuat prakarya di bank sampah.


Panaskan minyak jelantah dan parafi n dalam panci dengan api kecil hingga tercampur rata. 






Bagi dua larutan ke dalam panci lain dan tambahkan krayon dengan warna berbeda pada masing-masing panci. 







Tambahkan beberapa tetes minyak pewangi ke dalam panci. 







Siapkan sumbu pada botol kaca.








Tuang larutan ke dalam botol kaca. 







Aku sudah punya dua lilin warna-warni yang cantik, namun larutan dalam panci masih tersisa banyak.


Hari menjelang petang dan aku masih menanti lilin mengeras ketika lampu padam. Aku teringat teman-temanku, semoga mereka telah menyelesaikan prakaryanya. Sisa lilin masih cukup untuk mengisi tiga botol kaca. Sambil menunggu lilin mengeras, aku menggambar tas, kapal kelotok, dan tanggui. Kupotong dan kutempelkan satu-satu pada botol kaca. Aku pulang dengan membawa lima lilin warnawarni. Supaya cepat, aku menumpang kapal kelotok.

Aroma wangi memenuhi rumah saat lilin kunyalakan. Aku masih punya empat lilin untuk Antung, Ifan, Irai, dan dikumpulkan ke sekolah. Keempatnya kumasukkan dalam tas supaya besok pagi tidak lupa dan ketinggalan.

Pesan untuk Pembaca
Halo Adik-Adik! Apakah kalian menikmati perjalanan bersama Inur ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan? Banyak sekali hal menarik yang kita temui, bukan? Kakak penulis dan ilustrator senang sekali bisa berkolaborasi menghadirkan cerita berlatar kebudayaan Indonesia. Semoga Adik-Adik terhibur dengan cerita ini.

Posting Komentar untuk "Cerita Anak untuk meningkatkan Literasi dengan judul Nanti Saja"